PENAKUIS.COM – Sekitar sepuluh ribu tahun yang lalu, manusia mulai mengembangkan kemampuan bercocok tanam sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan pangan. Kehadiran aktivitas bertani menjadi solusi atas tantangan menyediakan makanan bagi populasi besar sepanjang tahun. Lebih dari itu, praktik ini juga menjadi salah satu fondasi utama yang mendorong perkembangan jumlah penduduk dunia hingga mencapai tingkat seperti saat ini, berkat dukungan teknologi yang terus maju.
Namun, pernahkah Anda membayangkan apa jadinya jika hewan juga mampu bercocok tanam seperti manusia? Kedengarannya mungkin tidak biasa, tetapi ternyata ada beberapa hewan yang dapat “menanam” makanan mereka sendiri. Dengan metode khas yang mereka miliki, hewan-hewan ini menyiapkan makanan untuk dikonsumsi saat telah matang. Penasaran hewan mana saja yang memiliki kemampuan unik ini? Mari temukan jawabannya dalam pembahasan berikut!
1. Rayap
Bagi banyak orang, rayap (infraordo Isoptera) dikenal sebagai hama yang bisa merusak struktur bangunan rumah. Namun, di alam liar, rayap sebenarnya memiliki kemampuan luar biasa yang jarang diketahui: mereka adalah “petani” alami bagi koloninya.
Sama seperti semut pemotong daun, rayap bertani untuk menghasilkan jamur yang menjadi makanan utama mereka. Menurut Tree Hugger, gundukan besar yang dibangun oleh rayap sebenarnya memiliki desain kompleks dengan ruang khusus yang berfungsi sebagai “ladang pertanian.” Di area ini, suhu dan kelembapan diatur dengan saksama untuk memberikan kondisi optimal bagi jamur yang dibudidayakan.
Media tanam untuk jamur terdiri dari serpihan tanaman yang telah dikunyah oleh rayap dan kemudian dimuntahkan di ruang khusus tersebut. Begitu jamur tumbuh mencapai ukuran yang sesuai dengan kebutuhan mereka, rayap akan memanen dan mengonsumsinya. Menariknya, praktik bertani ini telah dilakukan oleh rayap selama sekitar 25 juta tahun, sebagaimana dibuktikan oleh fosil sarang rayap kuno.
2. Semut Pemotong Daun
Semut pemotong daun (dari genus Atta dan Acromyrmex) adalah kelompok semut pekerja yang hidup di Amerika Utara dan Selatan. Mereka dikenal sebagai salah satu pelaku praktik bertani paling tua di dunia bahkan, lebih dahulu daripada manusia!
Metode bertani semut ini berhubungan erat dengan kebiasaan mereka mengumpulkan daun-daun segar dari hutan. Uniknya, daun-daun tersebut bukan untuk langsung dimakan oleh koloni semut, melainkan untuk digunakan sebagai media tanam bagi jamur di “ladang pertanian” khusus dalam sarang mereka. Dilansir dari Listverse, semut-semut pekerja membawa tumpukan daun ke ruangan tersebut dan membiarkannya hingga ditumbuhi jamur. Jamur inilah hasil panen utama mereka, yang kemudian dikonsumsi oleh seluruh koloni.
Seperti petani manusia, semut pemotong daun menjaga area pertanian mereka dengan sangat baik. Beberapa semut bahkan bertugas melindungi daun dan jamur dari hama atau gangguan lainnya. Selain itu, anggota koloni tertentu mengeluarkan senyawa antimikroba dari tubuh mereka untuk melindungi jamur dari penyakit. Metode ini membuat praktik bertani semut menjadi salah satu bukti keajaiban alam yang penuh strategi!
3. Kumbang Ambrosia
Berpindah ke dunia serangga kecil, salah satu spesies yang cukup merugikan lingkungan adalah kumbang ambrosia (subfamili Scolytinae dan Platypodinae). Kumbang ini berasal dari kawasan tropis Asia namun telah diperkenalkan ke berbagai wilayah lain seperti Afrika, seluruh Benua Amerika, pulau-pulau di Samudera Pasifik, dan Eropa. Nama “ambrosia” berasal dari bahasa Yunani Kuno yang berarti “makanan para dewa”, yang mencerminkan cara unik mereka memperoleh makanan.
Menurut Litverse, kumbang ambrosia menggali lubang di pohon tertentu hingga membentuk sistem terowongan kompleks. Bagian dalam lubang menjadi tempat menyimpan larva dan jamur sebagai sumber makanan. Jamur tersebut diperoleh melalui praktik “bertani”; lubang yang digali menjadi media sempurna bagi jamur untuk tumbuh. Namun, keberadaan jamur itu mengurai pohon inangnya hingga perlahan mati karena serangan kumbang ambrosia.
Jamur yang matang dipanen oleh kumbang dewasa untuk dikonsumsi atau diberikan kepada larva mereka. Ketika pohon inang mati, kumbang membawa sisa-sisa jamur menggunakan organ khusus yang disebut mycangia. Sayangnya, metode bertani ini cenderung destruktif bagi pohon, sehingga mereka sering dianggap sebagai hama tanaman.
4. Pocket Gopher
Di antara mamalia, ada pocket gopher (Geomys pinetis), spesies pengerat dari Amerika Utara dan Tengah yang dikenal sebagai “petani kecil.” Pocket gopher tinggal di padang rumput dan menggali sistem lubang dengan kedalaman hingga 127 cm yang berfungsi sebagai sarang mereka.
Untuk memenuhi kebutuhan energi harian mereka, pocket gopher mengembangkan metode bertani unik. Menurut National Geographic, mereka membawa biji, akar, dan material tanaman lainnya di kantung pipi untuk ditanam dalam lubangnya. Sarangnya yang kompleks mampu menciptakan lingkungan lembap yang menyuburkan tanah sehingga tanaman berkembang baik.
Menariknya, pocket gopher juga menggunakan feses dan urin sebagai pupuk alami untuk menyuburkan tanaman mereka. Selain itu, mereka menggali aliran kecil dari sumber air terdekat untuk mengairi ladang di sarangnya. Berkat usaha bertani ini, sekitar 21–62 persen kebutuhan kalori harian pocket gopher terpenuhi oleh hasil tanaman mereka. Ini menjadikan mereka contoh adaptasi bertani yang sangat efisien di alam liar.
5. Ikan Damsel
Kompetensi bertani tidak hanya dimiliki oleh hewan darat; dalam ekosistem laut, ikan damsel (famili Pomacentridae) menjalankan praktik serupa, tersebar di perairan tropis, subtropis, dan temperate seluruh dunia. Alga adalah makanan utama mereka, dan ikan damsel punya cara cerdik untuk memperbanyak sumber makanan ini.
Menurut Tree Hugger, ikan damsel memilih alga yang cepat tumbuh dengan kandungan serat rendah untuk “dibudidayakan”. Mereka menetapkan wilayah khusus sebagai ladang alga dan bahkan mengizinkan krustasea kecil bernama mysid shrimp masuk untuk membantu pertumbuhan alga.
Saat menjaga ladang mereka, ikan damsel bisa sangat agresif terhadap makhluk lain yang mencoba mendekat, termasuk manusia yang sedang menyelam di wilayah tersebut. Ladang alga milik mereka menghasilkan alga berkualitas tinggi dibandingkan alga liar di luar wilayahnya, berkat sinergi dengan shrimp ini.
Meski cara bertani hewan-hewan di atas berbeda dari konsep bertani manusia, mereka menunjukkan bahwa praktik menciptakan sumber makanan berkelanjutan bukanlah keistimewaan eksklusif manusia. Bahkan, hewan-hewan kecil ini membuktikan bahwa bertani bisa dilakukan dengan tingkat efisiensi luar biasa. Dari kelima hewan tersebut, mana yang menurutmu paling menarik?
Baca Juga : Mempelajari Ikan Channa Pulchra: Lingkungan, Karakteristik Fisik, dan Metode Perawatannya
Tinggalkan Balasan