Amfibi Kini Semakin Berisiko Punah, Berikut Sebabnya

PENAKUIS.COM – Hewan amfibi seperti katak telah mendiami daratan selama lebih dari 360 juta tahun. Namun, saat ini, kelompok hewan yang keberagamannya sangat tinggi ini menghadapi ancaman serius terhadap kelangsungan hidupnya.

Dua ilmuwan dari Harvard, Sathyabhama Das Biju dan Sonali Garg, telah melakukan penelitian selama puluhan tahun untuk melindungi hewan amfibi, khususnya katak, seperti yang dijelaskan dalam laman The Harvard Gazette.

Menurut sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Nature, lebih dari 8. 000 spesies amfibi di seluruh dunia telah dievaluasi dan hasilnya menunjukkan bahwa dua dari lima spesies amfibi saat ini terancam punah. Berbagai faktor utama menjadi penyebab utama ancaman terhadap amfibi ini. Lebih dari 100 ilmuwan, termasuk Biju dan Garg, telah menyumbangkan data dan keahlian mereka untuk menghasilkan laporan tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa hampir 41% spesies amfibi tergolong terancam punah, dibandingkan dengan 26,5% mamalia, 21,4% reptil, dan 12,9% burung.

Perubahan iklim menjadi salah satu faktor pendorong utama. Selain itu, perusakan akibat pertanian, pembangunan infrastruktur, dan industri lainnya merupakan ancaman yang paling umum bagi keberadaan hewan-hewan ini.

Penyebab Kepunahan Amfibi

Penelitian ini mengidentifikasi beberapa penyebab utama kepunahan katak. Salah satu penyebab utamanya adalah perubahan iklim, yang memengaruhi kondisi lingkungan tempat hidup katak, seperti kekeringan, banjir, dan badai. Menurut laman Natural History Museum, perubahan iklim bertanggung jawab atas penurunan sekitar 40% spesies katak.

“Ketika manusia mendorong perubahan pada planet kita, amfibi menjadi tawanan iklim, tidak mampu bergerak cukup jauh untuk menghindari peningkatan frekuensi dan intensitas panas ekstrem, kekeringan, dan badai yang dipicu oleh perubahan iklim,” ungkap Jennifer Luedtke Swandby, salah satu peneliti yang menyoroti fenomena ini.

Selain itu, penurunan populasi amfibi juga disebabkan oleh hilangnya habitat. Sekitar 77% dari mereka terkena dampak perubahan habitat akibat alih fungsi lahan pertanian. Contohnya, amfibi Jalpa false brook salamander di Guatemala, yang kehilangan rumahnya karena hutan tempat tinggalnya ditebang untuk keperluan ternak. Akibatnya, mereka punah karena habitatnya rusak.

Perusakan habitat yang disebabkan oleh praktik pertanian, seperti penanaman teh, kopi, dan rempah-rempah, serta dampak industri lainnya, juga menjadi ancaman serius. Katak dikenal sangat sensitif terhadap perubahan mendadak di lingkungan mereka, sehingga bisa dianggap sebagai indikator kesehatan ekosistem.

Masalah serius lainnya yang dihadapi amfibi adalah penyakit chytridiomycosis, yang disebabkan oleh jamur Batrachochytrium dendrobatidis dan merusak kulit hewan amfibi. Meskipun tidak berdampak pada sebanyak hilangnya habitat, penyakit ini sering menyebabkan penurunan populasi yang cepat dan lebih parah.

Menanggapi Tantangan Konservasi Amfibi

Di India, terdapat lebih dari 460 spesies katak dengan populasi yang sangat beragam. Sayangnya, sekitar 41% dari spesies katak di negara ini dianggap terancam punah. Dua ancaman terbesar bagi katak di India adalah kerusakan habitat dan praktik pertanian, seperti penanaman teh, kopi, rempah-rempah, dan produk lainnya.

Para ilmuwan, terutama Sathyabhama Das Biju dan Sonali Garg, berkonsentrasi pada pelestarian katak-katak di India, karena negara ini merupakan rumah bagi sebagian besar spesies katak. Untuk mencegah kepunahan katak di India, upaya konservasi harus berfokus pada identifikasi, perlindungan, dan pemahaman terhadap spesies-spesies tersebut.

Nilai ekologis kehidupan katak di India sangat penting, karena mereka dapat memberikan petunjuk tentang kesehatan ekosistem. Perubahan perilaku atau populasi katak dapat menunjukkan perubahan lingkungan dan kondisi ekosistem di daerah tersebut.
Dalam beberapa kasus, strategi konservasi telah terbukti berhasil, kata Garg. Menurut sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Nature, setidaknya 63 spesies yang sebelumnya dianggap terancam punah kini telah mengalami peningkatan status sejak tahun 2004 berkat upaya konservasi yang dilakukan secara bersama-sama.

“Masih ada harapan,” ujar Garg.

Ia menambahkan, “Peningkatan dalam penelitian serta upaya konservasi dapat berperan penting untuk memastikan bahwa amfibi tidak hanya bertahan hidup, tetapi juga dapat berkembang dengan baik di alam. ”

Baca Juga : Burung Penyanyi Andal, Bagaimana Suara Mereka Tercipta?


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *