Meerkat Betina: Di Balik Sifat Lucu Tersimpan Sisi Gelap yang Brutal

PENAKUIS.COM – Pernahkah kamu melihat meerkat? Hewan ini memang sering dikenal karena sifatnya yang lucu dan menarik untuk disaksikan. Namun, apakah kamu tahu bahwa ada sisi gelap dari kehidupan meerkat betina yang sangat menakutkan? Mari kita simak lebih lanjut.

Menurut laporan dari Live Science, meerkat betina memiliki sikap dominan dalam kelompoknya, bahkan terkadang menunjukkan perilaku brutal, seperti membunuh kerabatnya sendiri. Para ahli berusaha menjelaskan motivasi di balik agresivitas meerkat betina.

Sikap Dominan Meerkat Betina

Sebuah studi baru yang dipublikasikan di bioRxiv mengungkapkan bahwa ada indikator khusus yang menunjukkan dominasi meerkat betina, yang memberi mereka posisi yang lebih tinggi dalam hierarki kelompok. Menariknya, meerkat betina ini bahkan dapat membunuh sesama betina dan memakan anaknya sendiri untuk mencegah munculnya persaingan.

Sikap dominan ini ternyata dipengaruhi oleh gen yang mirip dengan gen babun jantan liar (Papio) yang juga menunjukkan perilaku agresif dalam persaingan untuk menentukan peringkat hierarki dan peluang kawin.

Meerkat (Suricata) biasanya hidup dalam kelompok keluarga yang dikenal sebagai gerombolan, yang terdiri hingga 50 anggota dan dipimpin oleh seorang betina. Betina pemimpin ini berperan dominan, berkontribusi hingga 80% dalam proses reproduksi untuk menjaga kekuasaan yang mereka miliki.

Struktur Sosial Meerkat: Pemimpin dan Bawahan

Status sosial di dalam kelompok meerkat betina terbagi antara pemimpin dan bawahan. Jika meerkat betina dari kelas bawah hamil, mereka biasanya akan diusir dari kelompok dan anaknya akan dibunuh. Sebaliknya, meerkat betina dari kelas atas memiliki kesempatan untuk berkembang biak beberapa kali dalam setahun, dilengkapi dengan bantuan meerkat bawahan dalam merawat keturunannya. Hal ini berkontribusi pada umur yang lebih panjang bagi betina kelas atas dibandingkan dengan yang di bawahnya.

Kesenjangan reproduksi yang ekstrem sering kali terjadi di antara spesies meerkat betina. Penelitian menunjukkan bahwa satu betina dapat membesarkan hingga 72 keturunan, sementara betina bawahan sering kali tidak memiliki anak yang dapat bertahan hidup.

“Meerkat betina saling bersaing untuk mendapatkan kesempatan kawin dan bereproduksi. Jika mereka gagal, kemungkinan besar mereka tidak akan memiliki keturunan sama sekali, yang merupakan fenomena yang jarang terjadi di kalangan mamalia,” jelas Jenny Tung, profesor antropologi di Duke University.

Ketahanan Tubuh yang Lebih Baik

Dalam penelitian yang dilakukan terhadap 129 meerkat liar, terdiri dari 69 jantan dan 60 betina, selama tiga tahun di Cagar Sungai Kuruman, Provinsi Northern Cape, Afrika Selatan, para peneliti memantau perilaku serta interaksi sosial mereka untuk menentukan status hierarki.

Tim juga secara rutin mengambil sampel darah, termasuk saat meerkat bawahan beralih menjadi meerkat atas. Hasil analisis menunjukkan bahwa meerkat jantan dan betina yang dominan memiliki kadar hormon stres (kortisol) yang lebih tinggi. Selain itu, betina yang dominan memiliki hormon androgen—hormon yang berhubungan dengan reproduksi—dalam kadar lebih tinggi dibandingkan dengan meerkat bawahan.

Lebih mengejutkan, para ahli menemukan bahwa betina dominan memiliki tingkat peradangan yang lebih tinggi, yang menunjukkan bahwa mereka lebih kebal terhadap infeksi dan penyakit. “Temuan ini menunjukkan pentingnya status sosial dalam mengatur gen kekebalan. Hubungan ini bergantung pada bagaimana status tersebut ditentukan dan seberapa ketat persaingan reproduksi,” tambah Tung.

Dengan begitu, di balik sifat lucunya, meerkat betina memiliki dunia yang kompleks dan brutal, mencerminkan dinamika hidup di alam liar.
Dalam penelitian ini, para ahli mengungkapkan bahwa status sosial bergantung pada kemampuan fisik atau energi yang diperlukan untuk meraih dominasi. Oleh karena itu, meerkat betina yang dapat mencapai status tersebut akan berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan posisinya dan menghasilkan keturunan.

Tung berpendapat bahwa kehidupan sosial hewan memiliki dampak pada proses molekuler yang terjadi di dalam sel, dan hubungan tersebut bisa berubah tergantung pada makna status bagi spesies tertentu.

“Kita sering menganggap bahwa faktor seperti genetika, paparan penyakit, dan lain sebagainya sangat penting dalam membentuk cara kerja tubuh kita. Namun, penelitian ini juga menunjukkan bahwa interaksi sosial memegang peranan yang sangat signifikan,” ujar Tung.

Baca Juga : Bukan Harimau atau Singa, Inilah Predator Terbaik dalam Berburu Mangsa


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *